3 KONSEP DIRI PENENTU NASIB
Oleh: Dr. H. Suhardi, M.Ag
(Kasi Penmad Kemenag Tangsel)
Dalam dunia psikologi ditemukan 3 konsep diri pemberian Allah kepada manusia yang kalau kita kelola dengan sebaik-baiknya akan sangat menentukan nasib kita. Ketiga konsep diri tersebut adalah diri ideal (self ideal), citra diri (self image), dan harga diri (self esteem). Berikut penjelasannya.
PERTAMA, diri ideal atau self ideal, yaitu seluruh gambaran ideal tentang diri kita. Self ideal bisa berupa cita-cita, keinginan, atau dalam bahasa yang kekinian adalah visi. Dalam hukum pengharapan dikatakan bahwa apa yang kita harapkan itulah yang kita dapatkan. Apa yang kita inginkan atau yang kita cita-citakan itulah yang akan kita peroleh.
Itulah sebabnya kita bisa memahami, mengapa Chaerul Tanjung menjadi pengusaha hebat, karena dia memang sangat mengharapkannya. Demikian juga mengapa Ciputra bisa menjadi pengusaha properti terbesar di Indonesia, jawabannya adalah karena ciputra memang sangat menginginkannya. Dan mengapa umat Islam sekarang berkembang ke hampir seluruh dunia, karena Rasulullah, sahabat, dan juga kita semua mengharapkannya.
Cita-cita yang baik adalah cita yang jelas, positif, spesifik, dituliskan, dan emosional.
Positif, artinya berupa kalimat positif. Misalnya saya ingin menjadi orang tua yang sukses. Bukan dengan kalimat negatif, walaupun maknanya positif. Misalnya: saya tidak ingin menjadi orang tua yang gagal.
Spesifik, Cita-cita yang spesifik akan mempermudah membuat perencanaan dan usaha untuk mewujudkannya. Sebaliknya cita-cita yang terlalu umum akan menyulitkan dalam membuat perencanaan dan usaha.
Dituliskan, karena cita-cita yang dituliskan dengan jelas kemudian diletakkan di tempat yang mudah dibaca, akan mengingatkan kita setiap saat tentang apa yang kita cita-cita. Apalagi ditulis dengan tulisan yang menarik. Tetapi kalau tidak dituliskan dan hanya mengandalkan daya ingat, maka akan mudah lupa atau dilupakan.
Emosional, maksudnya adalah cita-cita yang ditetapkan harus menyentuh perasaan yang menjadikannya bernilai dan menggerakkan. Cita-cita yang emosional biasanya dinyatakan dengan bahasa yang menggugah, misalnya saya ingin menjadi orang tua yang hebat bagi anak-anak dalam mewujudkan cita-citanya. Bandingkan dengan: saya ingin menjadi orang tua yang baik (kurang emosional)
KEDUA, citra diri atau self image, yaitu gambaran diri seseorang tentang dirinya.Self image seseorang tidaklah tunggal, melainkan bisa beragam. Itulah sebabnya self image bisa disebut dengan kamus tentang diri seseorang.
Self image adalah jawaban terhadap pertanyaan siapa saya? Seperti apakah saya? Jawabannya bisa berupa: saya adalah adalah guru yang menyenangkan, saya adalah penulis hebat, saya adalah orang tua yang sukses mendidik anak-anak, saya adalah kepala madrasah yang sukses, saya adalah orang yang percaya diri, saya adalah orang yang selalu optimis dan sebagainya.
Bahayanya adalah jika yang muncul adalah citra diri yang negatif, seperti: saya grogian, saya tidak bakat berpidato, saya tidak bisa tegas, saya mudah tersinggungan, saya gampang masuk angin, dan sebagainya.
Apalagi kalau diawali dengan kata “suka” seperti: saya ini orangnya suka gemetar kalau berbicara di depan umum, saya ini orangnya suka emosian, saya ini orangnya suka tidak enakan, dan sebagainya.
Citra diri yang diucapkan secara berulang-ulang pada akhirnya benar-benar akan menjadikan diri seseorang seperti apa yang diucapakannya itu. Karena citra diri yang diucapkan berulang-ulang akan menimbulkan sugesti, sugesti menimbulkan keyakinan, keyakinan mendorong sikap dan perilaku, kemudian terbentuk karakter, dan akhirnya akan melahirkan nasib.
Oleh karena itu, hindari dan jangan coba-coba dengan self image negatif. Sebaliknya yang harus diucapkan atau dibatinkan adalah self image positif.
KETIGA, self esteem atau harga diri yaitu sejauh mana seseorang menghargai, mencintai, menyukai, atau membanggakan terhadap dirinya sendiri. Semakin tinggi atau kuat seseorang mencintai diri sendiri, maka akan semakin tinggi dan kuat juga harga diri seseorang. Namun kalau sampai over atau terlalu kuat juga tidak baik, karena akan mengarah kepada kesombongan atau arogansi yang menimbulkan sikap mengecilkan orang lain.
Mengapa self esteem penting? Karena sikap tidak menghargai diri sendiri akan menghambat seseorang utk menggali potensinya. Bahkan bukan hanya itu, bisa menghancurkan kehidupan seseorang. Itulah yang menyebabkan orang untuk melakukan bunuh diri, yakin ia tidak menerima dirinya, membenci dirinya, bahkan menolak dirinya sendiri karena nenganggap dirinya tidak ada gunanya lagi hidup di dunia.
Oleh karenanya yang perlu dikembangkan adalah menghargai diri kita, apapun kondisinya. Caranya adalah dengan mensyukuri apapun kondisinya diri kita, karena pada dasarnya apapun yang melekat pada diri kita adalah anugerah Tuhan yang pasti memiliki hikmah tersembunyi. Betapapun kondisi yang kita terima dirasakan pahit dan menyakitkan, pasti ada hikmah tersembunyi di baliknya yang dihadirkan Allah.
Cara yang lain, terutama saya kita kecewa dengan diri kita, adalah memaafkan diri sendiri atau berdamai dengan diri sendiri.
Dengan cara demikian, maka kita akan menjadi pribadi yang positif, sehat, dan berharga, serta terus tumbuh menjadi pribadi yang punya harga diri. Dan menariknya adalah kalau kita menghargai diri kita sendiri, kita juga akan mampu menghargai orang lain. Mengapa? Karena kita pun berpikir bahwa orang lain juga berharga sebagaimana kita.
Self ideal, self image, dan self esteem pada diri seseorang adalah satu kesatuan yang saling menguatkan. Kondisi ketiganya kalau ditanamkan secara terus menerus maka akan melahirkan keyakinan atau belief, nilai-nilai, mindset, dan kebiasaan. Selanjutnya akan melahirkan perilaku. Kemudian akan membentuk karakter, dan ujungnya adalah akan menentukan nasib kita di dunia dan di akhirat.
Oleh karena itu, jika kita ingin mencapai kesuksesan dan kebahagiaan maka self ideal kita harus positif, self image kita harus positif, dan self esteem kita harus kuat atau tinggi.
Semoga!