Menyoal Alun-alun Pamulang
Oleh: Muhtar Sadili
Senior Editor RMBooks Jakarta dan Warga Pamulang
Nama Pamulang menjadi unik sebagai sebuah kecamatan di Tangerang Selatan Banten. Dengan suasana wilayah padat perumahan juga tersisa perkampungan di beberapa kelurahan. Berkembang sangat pesat, baik kehadiran ragam pusat perkantoran, pendidikan, kuliner hingga tempat nongkrong. Menjadikan siapa yang tinggal betah dengan ragam pesona. Pamulang adalah tempat di mana pusat pemerintah Kota Tangsel pertama berdiri, yang saat sudah pindah dengan kantor megah di bilangan Ciputat. Kini sudah menjadi Kantor Kecamatan Pamulang.
Wali Kota pertama di tanah ini memulai membumikan moto “cerdas, modern dan religius”. Terutama kata terakhir, yakni “religius” karena di sebrang kantor ada Masjid Agung Al Mujahidin Pamulang. Dia sebagai masjid tua di jantung Pamulang lengkap dengan fasilitas lapangan di depannya. Seperti keberadaan masjid di tanah air yang dialamatkan untuk pranata sosial. Lapangan itulah kini menjadi alun-alun paling mewah untuk ukuran sebuah kecamatan. Ada fasilitas bagi orang melepas penat ketika berada di sana.
“Iya, kini banyak sengaja datang untuk sekedar nongkrong,” kata seorang tukang parkir.
Dalam alun-alun, terlihat ada satu tempat khusus bermain anak. Di sana terdapat ayunan hingga perosotan anak. Tampak pula satu bangunan di tengah alun-alun. Terdapat pula sejumlah tempat duduk yang terbuat dari beton. Dari semua itu kalau siang hari menjadi sangat relevan dengan kehadiran masjid agung itu. Para pelancong selepas menikmati alun-alun bisa langsung beribadah dan atau sebaliknya.
Tapi akan lain kalau malam tiba. Ada beberapa spot di alun-alun menjadi kontras dengan keberadaan masjid. Dari soal jadi tempat kongkow kurang etis sampai berduaan memadu kisah. Untuk yang ini, memang menjadi sangat jelas seperti beberapa fasilitas lain di Tangsel. Sebut saja tempat duduk di pinggiran jalan, hampir tiap malam tidak pernah kosong dari sejoli anak muda. Kehadiran alun-alun Pamulang alih-alih menjadi ikon, malah penambah spot untuk terjadi perbuatan tidak senafas dengan moto religius.
Sebagai sebuah konsekuensi modernisasi, kehadiran alun-alun Pamulang tidak luput dari hukum budaya populer. Hanya kita menyadari solusinya yang bisa kurangin dampak kurang baik dari risiko pembangunan. Ada perkataan dari pengendara ojeg on line biasa melepas penat di alun-alun Pamulang bahwa antisipasi oleh aparat keamanan Kota Tangsel juga nyastahil.
“Tugas mereka di siang hari juga padat, apalagi Tangsel sering macet. Boro-boro teringat sisi religius,” ucap yang tidak mau disebutkan namanya.
Dia menambahkan, sudah menjadi hukum alam bagi yang modal cekak untuk melakukan perbuatan tidak senonoh di setiap sudut alun-alun Pamulang.
“Coba aja lihat jelang dini hari, banyak yang melepas ceria dengan meminum beralkohol. Siapa coba yang sempat larang?”, tanyanya.
Pertanyaannya semoga menyadarkan kita semua tentang alun-alun Pamulang, maupun fasilitas lainnya. Moto religius tidak seindah dicatat oleh Tangsel. Setiap warga wajib menyadarinya, agar perankan diri untuk mengurangi kesan buruk tadi itu. Minimal untuk saudara atau teman yang kedapatan memungsikannya kurang baik.
Semoga..