SERPONG (Kemenag Tangsel) – Keberagaman adalah suatu kondisi masyarakat di mana terdapat banyak perbedaan dalam berbagai bidang, seperti suku, bangsa, ras, keyakinan, dan antar golongan. Keberagaman yang dimiliki Indonesia harus diimbangi dengan sikap toleransi warganya untuk mempertahakan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sikap toleransi ini ditunjukkan untuk menghormati adanya perbedaan pendapat agama, ras, dan budaya yang dimiliki kelompok atau individu. Kurang memahami keragaman dalam masyarakat Indonesia menyebabkan sikap intoleransi. Dapat diartikan sikap intoleransi merupakan sikap tidak tenggang rasa atau tidak toleran.
Demikian disampaikan Kepala Kantor Kemenag Tangsel, Abdul Rojak, saat membuka kegiatan Dialog Membangun Kerukunan Umat Beragama, Kamis (04/11/2021) yang diadakan di MAN 1 Tangsel.
Kegiatan ini mengundang 30 peserta dari unsur MUI Tangsel, FKUB Tangsel, Staf Bimas, Sekretariat, Penyuluh, Penyelenggara Kristen dan Katolik, Tokoh agama Islam, Kristen, Katolik, Budha, Hindu, dan Konghucu.
Lebih lanjut Kepala Kantor menjelaskan cara menghindari sikap intoleransi, antara lain tidak memaksakan kehendak diri sendiri kepada orang lain dan tidak mementingkan sukunya sendiri atau sikap yang menganggap sukunya lebih baik.
“Toleransi adalah tidak menonjolkan suku, agama, ras, golongan, maupun budaya tertentu, tapi saling memahami dan menghormati, sehingga tercipta kehidupan yang rukun dan damai,” ujarnya.
Rukun, tambahnya, merupakan modal utama dalam menjalani kehidupan. Sebab, sebanyak apapun rezeki, badan sehat, jabatan tinggi ,dan uang banyak, tapi kalau tidak rukun maka tidak akan terasa nikmat dalam menjalani kehidupan.
Kegiatan tersebut mengundang dua Narasumber. Pertama, Kepala Kesbangpol Tangsel, Wawang Kusdaya.
Dalam paparannya, ia mengatakan kemajemukan atau keanekaragaman agama dan paham keyakinan yang ada di Indonesia pada hakekatnya merupakan aset yang sangat berharga bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Namun hal tersebut belum dioptimalisasi secara maksimal, baik antar maupun inter sesama penganut agama.
“Akan tetapi pada dasarnya kita semua telah sepakat bahwa keharmonisan dalam komunikasi antar dan intern sesama penganut agama adalah merupakan tujuan utama dari kerukunan beragama dengan harapan dapat tercipta masyarakat yang bebas dari ancaman kekerasan dan konflik agama,” terangnya.
Ditambahkannya, untuk mengukur sikap umat beragama di Indonesia terhadap konsep kerukunan tertuang dalam PBM No. 8 dan 9 Tahun 2006, yang terbagi ke dalam 3 dimensi, yaitu toleransi antar umat beragama, kesetaraan antar umat beragama, dan kerjasama antar umat beragama.
“Kerukunan umat beragama adalah keadaan hubungan sesama umat beragama yang dilandasi toleransi, saling pengertian, saling menghormati, menghargai kesetaraan dalam pengamalan ajaran agamanya dan kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-UndangDasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,” tandasnya.
Narasumber kedua Kepala Seksi Perlindungan Hak Perempuan DPMP3AKB Tangsel, Hartina Hajar, yang memaparkan peningkatan kerukunan dalam kehidupan beragama.
Dalam paparannya ia lebih mengajak para orangtua untuk memberi perhatian lebih kepada anak-anaknya agar tercipta keluarga yang harmonis.
Kegiatan ditutup oleh Kasubbag TU Kemenag Tangsel, Asep Azis Nasser. Dalam sambutannya ia berharap agar apa yang disampaikan dalam kegiatan ini dapat ditularkan kepada orang lain.
“Sampaikan kepada orang lain, kobarkan moderasi beragama, agar kita dapat hidup berdampingan dengan rukun sebagai bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia,” tutupnya. (#af_m)