PAMULANG (Kemenag Tangsel) – Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Tangsel, pada Rabu (13/10/2021) menggelar Seminar bertajuk Sosialisasi Standar Literasi Media Islami yang diselenggarakan di aula Gedung Lembaga Keagamaan Kota Tangsel, Pamulang.
Hadir pada acara pembukaan, Kepala Kantor Kemenag Tangsel, Abdul Rojak, Wali Kota Tangsel, Benyamin Davnie, Ketua Umum MUI Tangsel, KH. Saidih, dan para peserta seminar berjumlah 30 orang dari unsur organisasi keagamaan dan mahasiswa di kota Tangsel.
Dalam sambutannya Kepala Kantor memberi apresiasi atas terselenggaranya seminar tersebut dalam rangka menyikapi media sosial yang dampaknya luar biasa.
“Media sosial sekarang ini dampaknya sangat luar biasa, bahkan bisa memutarbalikkan fatwa dan perang opini. Saya berharap melalui seminar ini dapat menjadi masukan bagi para generasi milenial untuk menyikapi informasi yang berkembang di media sosial,” imbuhnya.
Kepala Kantor juga menegaskan agar para generasi milenial cerdas menggunakan media sosial dan bisa mengklarifikasi bila informasi tersebut tidak benar.
“Jangan malah menjadi penyebar berita Hoax bahkan saling menjatuhkan, tapi harus bijak dalam menyikapi informasi dari media sosial,” tegasnya.
Sementara itu, Ketua MUI Tangsel, KH. Saidih saat membuka kegiatan mengatakan seminar ini sangat penting diadakan mengingat banyaknya informasi di media yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.
“Agama menegaskan jika datang berita khususnya dari orang fasik, maka harus diklarifikasi, dalam bahasa agama tabayyun dulu, jangan langsung dipercaya. Kita harus memahami bahasa tulisan, bahasa lisan, dan bahasa isyarat sesuai dengan kenyataannya,” ujarnya.
Dalam nada yang sama, Wali Kota Tangsel, Benyamin Davnie, mengajak generasi milenial untuk pandai-pandai menerima berita.
“Jangan mudah memforward berita, tapi harus cek and ricek sehingga tidak menjadi fitnah dan berdosa,” tuturnya.
Benyamin berharap dengan mengikuti seminar ini, para peserta dapat menularkannya kepada orang lain agar semakin bijak dalam menulis, membaca, dan memforward suatu berita.
Tiga Narasumber dihadirkan pada kegiatan seminar ini, yaitu Akademisi/Pengamat Politik, Prof. Dr. Gun Gun Heryanto, M.Si., dan dua anggota Infokom MUI Tangsel, Abdul Qodir, M.A., dan Sudin Antoro, MH.
Narasumber pertama Gun Gun dalam paparannya menjelaskan bahwa Hoax adalah upaya menipu dengan menyebarkan informasi yang tidak berdasarkan fakta atau data, dengan tujuan memperdaya masyarakat dengan model penyebarannya yang masif.
“Ada beberapa ciri sebuah berita diduga Hoax, antara lain bersifat provokatif, website dan sumbernya tidak jelas, tidak memiliki standar jurnalistik, isinya adu domba, dan data yang diquote tidak merujuk kepada lembaga-lembaga yang kredibel,” terangnya.
Lebih lanjut dirinya menjelaskan bahwa Hoax yang paling sering dibuat adalah seputar politik dan isu sara.
“Politik dan Sara adalah yang paling banyak dibuat Hoax, di urutan berikutnya yaitu soal kesehatan, makanan dan minuman, lalu soal Iptek, yang disebarkan lewat berbagai macam media. Secara urutan terbanyak yaitu lewat Medsos, Aplikasi Chatting, Web, TV, Media, Email, maupun Radio,” paparnya.
Ditambahkannya, literasi sangat penting agar masyarakat memiliki kemampuan mendefenisikan kebutuhannya terhadap informasi, sehingga memiliki strategi pencarian, dan bisa mengevaluasi hasil akhir dari proses informasi.
“Komponen literasi adalah pengetahuan, skill, dan sikap. Ketiga hal ini sangat penting dalam menentukan apakah suatu berita harus diforward atau tidak, karena dengannya akan menimbulkan kesadaran data yaitu dengan sikap tabayyun,” jelasnya.
Sementara itu, Narasumber kedua, Abdul Qodir, menjelaskan Islam adalah api semangat literasi bagi peradaban umat manusia. Melalui ayat pertama dalam Al Qur’an, Iqra, Islam ingin menegaskan bahwa yang terutama dan terpenting bagi umat dalam menjalankan tugas hidup sebagai khalifah ialah kemampuan membaca.
“Maka perlu adanya filterisasi dalam menerimanya berita. Karena bagaimanapun Hoax telah terjadi sejak Nabi Adam diciptakan. Penyebar Hoax pertama adalah Iblis, hingga Adam dan Hawa diturunkan ke bumi. Berita Hoax juga terjadi di masa Rasulullah dan nabi-nabi sebelumnya.” ujarnya.
Sebagai muslim, tambahnya, kita harus melalui Tabayyun atau Verifikasi sebelum menyebarkan sebuah berita, sesuai surat Al-Hujarat ayat 6.
Narasumber ketiga, Sudin Antoro, menjelaskan teknik penulisan berita, baik di media cetak maupun online. Menurutnya, penulisan di media cetak lebih komplek dibandingkan di media online, karena harus mendapatkan informasi minimal dari dua Narasumber.
“Di media cetak sebuah berita harus melalui beberapa tahap sebelum bisa dinaikkan, mulai dari wartawan, redaktur, dan pimred. Hal ini tidak berlaku di media Online,’ terangnya.
Kegiatan Seminar Sosialisasi Standar Literasi Media Islam ini mengundang 30 peserta milenial utusan dari FSPP Tangsel, Fatayat NU, Nasyiatul Aisyiyah, GP Anshor, Pemuda Muhammadiyah, ISNU, IPPNU, HIMA UNPAM, dan IPNU kota Tangsel. (#af_m)